Minggu, 17 Juni 2012

Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP


Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP

Setiap Warga Negara Indonesia yang mempunyai penghasilan diatas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Untuk dapat melihat informasi tersebut, Wajib Pajak dapat mengasksesnya melalui website Direktorat Jenderal Pajakhttp://www.pajak.go.id dengan mengklik Petunjuk “3M” Mendaftar.
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet disitus Direktorat Jenderal Pajak dengan alamathttp://www.pajak.go.id dengan mengklik e-registration (pendaftaran Wajib Pajak melalui internet), dimana Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Selanjutnya dapat mengirimkan melalaui pos fotokopi data pribadi tersebut ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak.
Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan PKP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
  1. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
      Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
  2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
    • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
    • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
  3. Untuk WP Badan:
    • Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;
    • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;
    • Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
  4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong
    • Fotokopi KTP bendaharawan;
    • Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
  5. Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/pemungut:
    • Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation;
    • Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation;
    • Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation.
  6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.
  7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
Pendafataran NPWP dan PKP Melalui Elektronik (Elektronic Registration)
Pendaftaran NPWP dan PKP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id. Wajib Pajak cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui internet:
  1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id;
  2. Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration);
  3. Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta ;
  4. Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki;
  5. Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orag Pribadi sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
  6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara anda. Setelah itu anda akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
Wajib Pajak Pindah
Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP agar melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP baru dengan ketentuan:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan
      Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa)
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi non usaha
      Surat keterangan tempat tinggal baru dari lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
  3. Wajib Pajak Badan.
      Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha; adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
  1. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
  2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
  3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
  4. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
  5. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
  6. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
Pencabutan Pengukuhan PKP
  1. PKP pindah alamat;
  2. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
  3. PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.

sicentol

Syarat Subjektif dan Objektif Wajib Pajak


  1. Persyaratan Subjektif dan/atau Objektif

Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendetil pada hal ini maka kita lihat di Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut UU KUP) tepatnya di penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU KUP. Berikut definisinya:

Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.

Ketentuan Subjek Pajak dalam Undang-undang PPh adalah sebagai berikut:
 
 
#Pasal 2
  1. Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
    1. orang pribadi;
    2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
    3. badan;
    4. bentuk usaha tetap.
  2. Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
  3. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah :
    1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
    2. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
    3. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
  4. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah :
    1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
    2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Sedangkan ketentuan mengai objek pajak dapat saya sebutkan sebagai berikut:
#Pasal 4
  1. Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
    1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
    2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
    3. laba usaha;
    4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
      1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
      2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
      3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
      4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
    5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
    6. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
    7. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
    8. royalti;
    9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
    11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
    12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
    13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
    14. premi asuransi;
    15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
    16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
  2. Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Jadi bila Subjek Pajak di atas memperoleh penghasilan sebagaimana yang saya sebutkan dalam masalah objek pajak dan mempunyai kewajiban pelaksanaan pemotongan dan pemungutan maka ini berarti subjek pajak tersebut telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Bila tidak punya penghasilan pun tapi ia masih mempunyai syarat subjektif tetap dikatakan masih memenuhi syarat subjektif. Dan yang dapat memutuskan tidak memenuhi syarat subjektif dan/atau objektif dalam permohonan pencabutan NPWP adalah pemeriksa atau auditor pajak setelah melakukan penelitian yang mendalam terhadap kasus tersebut.



dedaunan di ranting cemara
Riza Almanfaluthi

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More